Rabu, 18 Januari 2017

Motipasi hidup

Ketika Dosa Menjadi Sebuah Panutan

Ketika Anda melakukan sebuah dosa kemudian dosa tersebut menjadi panutan bagi yang lain maka dosa tersebut pun menjadi tanggungjawab Anda.

Foto: Photobucket

HATI-HATILAH dalam bertindak. Karena bisa jadi, ada banyak orang yang diam-diam mengikuti apa yang tengah Anda lakukan. Terlebih ketika posisi Anda berpengaruh di masyarakat.

Ketika Anda melakukan sebuah dosa kemudian dosa tersebut menjadi panutan bagi yang lain maka dosa tersebut pun menjadi tanggungjawab Anda.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa melakukan suatu amalan kejelekan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya dosa semisal dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosanya sedikitpun,” (HR. Muslim no. 1017).

Sehingga bagi seorang alim yang menjadi panutan lainnya, hendaknya ia: [1] meninggalkan dosa dan [2] menyembunyikan dosa jika ia terlanjur melakukannya.

Sebagaimana dosa seorang alim bisa berlipat-lipat jika ada yang mengikuti melakukan dosa tersebut, maka begitu pula dengan kebaikan yang ia lakukan. Jika kebaikan tersebut diikuti orang lain, maka pahalamu akan semakin berlipat untuknya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa melakukan suatu amalan kebaikan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya ganjaran semisal ganjaran orang yang mengikutinya dan sedikitpun tidak akan mengurangi ganjaran yang mereka peroleh.” []

Rabu, 11 Januari 2017

Tempat yang Menjadikan Laki-laki Jadi Pemberani

Tempat yang Menjadikan Laki-laki Jadi Pemberani


ArchDaily

Ciri pertama kedewasaan seorang laki-laki adalah memakmurkan masjid. Hati mereka selalu terpaut pada-Nya. Di masjid, laki-laki mensucikan diri, bersujud, berzikir dan sholat. Perdagangan, jual beli dan macam-macam urusan duniawi tak menggoyahkan hati mereka untuk mendatangi masjid. Masjid bukan sekadar tempat untuk numpang pipis.

Ibnu Hajar menjelaskan, “Sebagaimana disebut dalam hadits shahihain, makna “tergantung pada masjid” adalah menempel atau melekat seperti sesuatu yang tergantung di masjid semisal lampu sebagai bukti dari ketergantungan hatinya meskipun jasadnya tidak berada di dalam masjid.

Nabi SAW. mengingatkan tentang keutamaan masjid sebagaimana sabdanya, “Tempat yang paling aku sukai di sebuah negeri adalah masjid dan tempat yang paling dibenci Allah adalah pasar.”

Perhatikan, sebesar apapun ketergantungan Rasulullah SAW.pada masjid dan sekuat apa Rasulullah SAW. menjaga sholat berjamaah di masjid? Rasulullah sampai tiga kali jatuh pingsan dan setiap kali tersadar, Rasulullah kembali berwudhu kemudian berusaha bangkit untuk pergi ke masjid meskipun pada akhirnya Rasulullah SAW. mendapati dirinya tak mampu lalu mengutus Abu Bakar mengimami sholat.

Para ulama salaf telah memberikan teladan yang indah dan tepat dalam hal mencintai masjid dan menjaga sholat berjamaah. Sebab, mereka meyakini bahwa masjid merupakan membentuk laki-laki pemberani yang sebenarnya.

Seorang tabiin, Said bin al-Musayyab pernah berkata “Aku tidak pernah melewatkan sholat berjamaah selama empat puluh tahun.” Dia menambahkan, “Aku tidak pernah takbiratul ihram selama lima puluh tahun karena itu aku tidak pernah melihat siapa yang ada di shaf (barisan) paling akhir.”

Barad, pembantu Said al-Musayyab, pernah berkata “Tak ada sholat yang kami lakukan selama empat puluh tahun, kecuali Said sudah ada di dalam masjid.”

Para ulama senantiasa sholat berjamaah di masjid meski mereka mendapat keringanan untuk tak sholat berjamaah di masjid.

Adalah ar-Rabi bin Khutsaim yang tetap melangkahkan kakinya pergi ke masjid meski dalam keadaan sakit.

Orang-orang menasihati, “Wahai Abu Yazid–panggilan ar-Rabi bin Khutsaim, engkau sholat di rumah saja!”

Ia menjawab, “Sesungguhnya aku ingin mengikuti saran kalian, akan tetapi mendengar panggilan Hayya ‘ala alfalah. Siapa saja mendengar itu, dia wajib menjawab panggilan itu, meski harus merangkak atau merayap.”

Beda dengan Abu Abdurrahman As-Silmu yang digotong karena sakit untuk pergi ke masjid, bahkan ia tetap menyuruh orang-orang untuk mengangkatnya meski cuaca sedang hujan dan berlumpur.

Masjid merupakan tempat pembentukan laki-laki pemberani yang sebenarnya. Seorang penyair Islam mengatakan, “Tiada pahlawan dicetak kecuali mereka itu lulusan masjid-masjid, yang di dalamnya ada taman al-Qur’an dan di bawah naungan hadits-hadits shahih.” [Paramuda/BersamaDakwah]

Jumat, 06 Januari 2017

Para Penerima Zakat Menurut Al-Qura’an dan Penjelasannya Fimadani / 3 hari yang lalu  Penerima zakat – Dalam Al-Quran Surat At Taubah ayat 60 Alloh berfirman: نَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَاِبْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ Sesunggguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya. dan para budak yang memerdekakan dirinya, orang-orang yang berhutang untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha mendengar. (Q.S. At Taubah: 60) Dalam ayat tersebut sudah jelas bahwa yang berhak menerima zakat adalah 8 golongan tersebut. Selain itu, maka tidak berhak menerima zakat. 1. Fakir Miskin Yang pertama adalah orang fakir, yaitu orang yang tidak mempunya harta dan pekerjaan sama sekali. Atau orang yang menghasilkan uang namun tidak mampu menutupi kebutuhannya, contohnya orang yang memerlukan uang 2.000.000 namun ia hanya menghasilkan 500.000. Dan miskin adalah orang yang mempunyai harta dan pekerjaan namun semua itu tidak bisa mencukupi kebutuhannya. Dari mulai sandang, pangan dan juga papan. 2. Amil Zakat Amil zakat adalah orang yang dipekerjakan oleh pemerintah atau lembaga khsusu zakat yang disetujui oleh pemerintah guna mengurusi penarikan zakat dan pembagiannya. Syarat menjadi Amil Zakat Berikut ini syarat-syarat untuk menjadi amil zakat: Orang muslim, selain muslim tidak boleh menjadi amil zakatOrang yang sudak akil baligh, orang yang belum cukup umur dan gila tidak boleh menjadi amil zakatOrang yang jujur, karena tugasnya untuk mengurusi harta banyak umat muslim, makan kejujuran menjadi syaratnya.Paham tentang hukum zakat. 3. Orang-orang Mu’allaf Yang di maksud orang mualaf adalah yang termasuk dari 4 golongan berikut ini: Orang yang baru masuk Islam dan niatnya masih lemah, maka dia berhak diberikan zakat agar hatinya makin teguh dengan Agama Islam.Orang Islam yang memiliki pengaruh terhadap kaumnya, sehingga jika saja dia diberikan zakat, diharapkan kaumnya bisa memeluk Islam.Orang-orang Islam yang memrangi orang yang tidak mau men-zakatkan hartanya, sehingga mereka membaawa zakat orang-orang tersebut kepada pemerintah, maka mereka berhak menerima zakat.Orang-orang Islam yang memerangi kaum kafir pemberontak yang hidup dekat dengan tempat tinggal mereka, maka mereka berhak menerima zakat. 4. Budak Mukatab Budak mukatab adalah budak yang dijanjikan kebebabsannya dengan permintaan atau penawaran dari tuannya dengan sejumlah imbalan uang yang akan diserahkan kepada tuannya daalam waktu yang telah ditentukan. Maka budak tersebut mendapatkan zakat guna membebaskannya dari perbudakan. 5. Oang-orang yang Memilik Hutang Orang yang memiliki hutang berhak menerima zakat selama hutangnya bukan untuk maksiat. Lebih jelasnya, mereka digolongkan menjadi empat: Orang yang berhutang untuk dirinya sendiri, dengan tujuan memakainya untuks sesuatu yang mubah, bukan untuk maksiat. Bila hutangnya digunaka untuk sesuatu yang melanggar agama, minum khamr mislanya, maka tidak berhak menerima zakat untuk melunasi utangnya.Orang yang berhutang guna memadamkan api fitnah antara dua golongan yang bertikai.Orang yang berhutang untuk kepentingan ummat, contohnya untuk bangun masjid, pesantren, madrasah dan lain-lain.Orang yang melakukan hutang untuk menjamin seseorang dan yg dijaminnya tidak bisa membayar hutangya, atau bisa namun tidak bertanggung jawab, maka ia berhak mendapatkan zakat untuk emmbayar utangnya. Kadar yang diberikan adalah kadar yang membebaskan hutangnya. 6. Orang yang Beperang di Jalan Alloh Orang yang berjihad dijalan Alloh berhak menerima zakat untuk membantu mereka selama berperang membela agama Alloh.

Para Penerima Zakat Menurut Al-Qura’an dan Penjelasannya

Penerima zakat – Dalam Al-Quran Surat At Taubah ayat 60 Alloh berfirman:

نَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَاِبْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Sesunggguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya. dan para budak yang memerdekakan dirinya, orang-orang yang berhutang untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha mendengar. (Q.S. At Taubah: 60)

Dalam ayat tersebut sudah jelas bahwa yang berhak menerima zakat adalah 8 golongan tersebut. Selain itu, maka tidak berhak menerima zakat.

1. Fakir Miskin

Yang pertama adalah orang fakir, yaitu orang yang tidak mempunya harta dan pekerjaan sama sekali. Atau orang yang menghasilkan uang namun tidak mampu menutupi kebutuhannya, contohnya orang yang memerlukan uang 2.000.000 namun ia hanya menghasilkan 500.000.

Dan miskin adalah orang yang mempunyai harta dan pekerjaan namun semua itu tidak bisa mencukupi kebutuhannya. Dari mulai sandang, pangan dan juga papan.

2. Amil Zakat

Amil zakat adalah orang yang dipekerjakan oleh pemerintah atau lembaga khsusu zakat yang disetujui oleh pemerintah guna mengurusi penarikan zakat dan pembagiannya.

Syarat menjadi Amil Zakat

Berikut ini syarat-syarat untuk menjadi amil zakat:

Orang muslim, selain muslim tidak boleh menjadi amil zakatOrang yang sudak akil baligh, orang yang belum cukup umur dan gila tidak boleh menjadi amil zakatOrang yang jujur, karena tugasnya untuk mengurusi harta banyak umat muslim, makan kejujuran menjadi syaratnya.Paham tentang hukum zakat.

3. Orang-orang Mu’allaf

Yang di maksud orang mualaf adalah yang termasuk dari 4 golongan berikut ini:

Orang yang baru masuk Islam dan niatnya masih lemah, maka dia berhak diberikan zakat agar hatinya makin teguh dengan Agama Islam.Orang Islam yang memiliki pengaruh terhadap kaumnya, sehingga jika saja dia diberikan zakat, diharapkan kaumnya bisa memeluk Islam.Orang-orang Islam yang memrangi orang yang tidak mau men-zakatkan hartanya, sehingga mereka membaawa zakat orang-orang tersebut kepada pemerintah, maka mereka berhak menerima zakat.Orang-orang Islam yang memerangi kaum kafir pemberontak yang hidup dekat dengan tempat tinggal mereka, maka mereka berhak menerima zakat.

4. Budak Mukatab

Budak mukatab adalah budak yang dijanjikan kebebabsannya dengan permintaan atau penawaran dari tuannya dengan sejumlah imbalan uang yang akan diserahkan kepada tuannya daalam waktu yang telah ditentukan.

Maka budak tersebut mendapatkan zakat guna membebaskannya dari perbudakan.

5. Oang-orang yang Memilik Hutang

Orang yang memiliki hutang berhak menerima zakat selama hutangnya bukan untuk maksiat. Lebih jelasnya, mereka digolongkan menjadi empat:

Orang yang berhutang untuk dirinya sendiri, dengan tujuan memakainya untuks sesuatu yang mubah, bukan untuk maksiat. Bila hutangnya digunaka untuk sesuatu yang melanggar agama, minum khamr mislanya, maka tidak berhak menerima zakat untuk melunasi utangnya.Orang yang berhutang guna memadamkan api fitnah antara dua golongan yang bertikai.Orang yang berhutang untuk kepentingan ummat, contohnya untuk bangun masjid, pesantren, madrasah dan lain-lain.Orang yang melakukan hutang untuk menjamin seseorang dan yg dijaminnya tidak bisa membayar hutangya, atau bisa namun tidak bertanggung jawab, maka ia berhak mendapatkan zakat untuk emmbayar utangnya.

Kadar yang diberikan adalah kadar yang membebaskan hutangnya.

6. Orang yang Beperang di Jalan Alloh

Orang yang berjihad dijalan Alloh berhak menerima zakat untuk membantu mereka selama berperang membela agama Alloh.

Maknah Hijrah Bagi Muslim Sejati

Maknah Hijrah Bagi Muslim Sejati

Hijrah pada awalnya dari Bahasa Arab yang berarti meninggalkan, berpindah, atau menjauhkan diri dari suatu tempat atau suatu hal. Jika kita lihat dalam konteks sejarah yang ada, hijrah merupakan suatu kegiatan perpindahan yang dilakukan oleh Rasulullah Muhammad saw bersama para sahabat dan pengikut beliau dari Mekah ke Madinah, dengan tujuan untuk mempertahankan serta menegakkan risalah Allah, yaitu akidah dan syari’at Islam.

Merujuk terhadap hijrah yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. Sebagian ulama ada pula yang mengartikan bahwa hijrah ialah cara kita keluar dari “darul kufur” menuju ke “darul Islam”. Yaitu keluar dari sebuah bentuk kekufuran menuju bentuk keimanan. Kita sebagai umat Islam diwajibkan untuk melakukan hijrah jika merasa diri serta keluarga kita terancam saat mempertahankan akidah dan syari’ah Islam yang kita miliki.

Di jelaskan dalam ayat Al-Qur’an bahwa perintah berhijrah juga ditekankan seperti dalam Qs. Al-Baqarah 2:218 yang berbunyi :
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berhijrah di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”

Qs. Al-An’fal, 8:74 yang berbunyi :
“Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang mujairin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezki (ni;mat) yang mulia.

Qs. Al-An’fal, 8:74 yang berbunyi :

“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.

Jika melihat pada ayat-ayat yang ada di atas, terdapat beberapa esensi kandungan mengenai Hijrah bahwa:
– Hijrah harus dilakukan atas dasar yang benar yaitu niat dan tujuan karena Allah. Mengharapkan keridlaan dan rahmat Allah
– Orang orang yang beriman, berhijrah, dan berjihad dikarenakan motivasi yang satu yaitu Allah dan menginginkan rahmat dan ridha Allah, mereka merupakan mu’min sejati yang akan mendapatkan pengampunan dari Allah, mendapatkan keberkahan rezeki yang mulia serta kemenangan yang nyata di sisi Allah
– Cara untuk berhijrah dan jihad di jalan Allah itu bisa dengan cara apapun, mengorbankan setiap apa yang kita miliki baik itu harta ataupun jiwa kita.

– Di dalam ayat tersebut terkandung tiga hal atau panduan untuk prinsip hidup orang mukmin yaitu diantaranya adalah Iman, Hijrah, dan Jihad. Dimana Iman merupakan keyakinan kita yang harus kita pegang teguh kepada Allah, Hijrah adalah sebuah perubahan dari sisi kekufuran ke sisi keimanan, dan jihad adalah sebuah perjuangan di dalam menegakkan risalah Allah

Makna Hijrah

Hijrah adalah salah satu prinsip hidup sebagai seorang Muslim yang harus kita pegang teguh dan harus dimaknai dengan benar. Jika dilihat dari sisi bahasa,  hijra berarti meninggalkan. Dan seseorang akan bisa dikatakan telah berhijra jika memenuhi dua syarat utama yaitu diantaranya :

Syarat pertama untuk berhijrah adalah adanya sesuatu yang ditinggalkan.Dan syarat kedua adalah adanya sesuatu yang dituju setelah orang tersebut meninggalkan hal yang pertama.

Kedua hal diatas haruslah dipenuhi agar orang tersebut bisa dikatakan sudah berhijrah. Yaitu meninggalkan segalanya yang bersifat buruk, maksiat, dan segala yang negatif ke sesuatu keadaan dimana hal itu menjadi lebih baik, positif, dan mendukung dalam menegakkan ajaran Islam.

Biasanya hijra akan selalu dikaitkan dengan meninggalkan tempat semisal adalah pada saat Rasulullah, para sahabat Nabi dan pengikutnya berpindah ke daerah Madinah untuk meninggalkan Makkah dimana pada saat itu kondisinya terbilang tidak stabil dan bahaya untuk melakukan dakwah. Pada saat itulah hijrah yang pertama kali diajarkan oleh Rasul dan pada saat itu pula awal mulanya Tahun Hijriyah milik umat Islam mulai berjalan.

Jika diambil secara garis besar maka makna Hijrah bisa dibagi menjadi dua macam. Yaitu diantaranya adalah :

Hijrah Makaniyah

A man walks on a sand dune with his came…A man walks on a sand dune with his camels in Mhamid el-Ghizlane, in the Moroccan southern Sahara desert, on March 16, 2014. AFP PHOTO/FADEL SENNAFADEL SENNA/AFP/Getty Images

Hijrah Makaniyah adalah hijrah yang meninggalkan suatu tempat. Beberapa contoh Hijrah Makaniyah diantaranya yaitu:

Kegiatan Hijrah Rasulullah Saw dari Mekah ke Habasyiyah.Kegiatan Hijrah Rasulullah Saw dari Mekah ke Madinah.Kegiatan Hijrah dari suatu Negeri yang di dalamnya terdominasi oleh hal-hal yang diharamkan.Kegiatan Hijrah dari suatu Negeri yang membahayakan kesehatan dengan tujuan untuk menghindari penyakit menuju negeri yang aman.
e. Kegiatan Hijrah pada suatu tempat karena gangguan terhadap harta benda.

Dan banyak lagi contoh Hijrah lainnya. Perintah berhijrah tersebut sesuai dengan yang tercantum di dalam Al-Qur’an surat Al-Ankabut 29:26 yaitu
Berkatalah Ibrahim: “Sesungguhnya aku akan berpindah ke (tempat yang diperintahkan).Tuhanku, Sesungguhnya Dialah yang Maha erkasa lagi Maha Bijaksana”

Jadi bisa disimpulkan bahwa Hijrah Makaniyah adalah proses hijrah kita dari satu tempat yang sebelumnya buruk menuju ke tempat yang lebih baik dengan tujuan memperbaiki kepada hal baik pula.

Hijrah Maknawiyah

Selanjutnya adalah Maknawiyah dimana hijrah ini diartikan berpindahnya suatu yang tidak nampak seperti berpindahnya sebuah keyakinan kita dari yang salah menuju keyakinan yang benar.

Berpindahnya sebuah pemikiran atau biasa disebut hijrah Fikriyah yaitu berpindahnya pemikiran yang sedang kalut, salah, ataupun negatif kepada pemikiran yang lebih baik, benar, dan positif.

Ada pula Hijrah Syu’uriyyah yang merupakan bagian dari Hijrah Maknawiyah. Syu’uriyyah disini bisa berarti sebuah kesenangan, kesukaan atau cita rasa namun ini adalah dalam konteks yang melalaikan seperti mendengarkan musik, melihat film, dan sejenisnya. Dan cara untuk berhijrah dalam model ini adalah dengan meninggalkan hal-hal yang kurang berguna tersebut dengan menggantinya dengan kegiatan yang lebih bermanfaat seperti membaca, belajar, membaca Al-Qur’an, dan sejenisnya.

Selain itu pula ada Hijrah Sulukiyyah yang merupakan bagian dari Hijrah Maknawiyah. Dimana Suluk jika diartikan sesuai bahasa berarti tingkah laku atau kepribadian atau kamu bisa menyebutnya Ahklaq.

Di dalam perjalanan manusia, akhlaq atau kepribadian manusia tidak akan pernah terlepaskan dari sebuah pergeseran. Baik itu pergeseran dari sebuah kepribadian mulia atau akhlaqul karimah manuju kepribadian yang tercelah atau akhlaqul sayyi’ah, atau sebaliknya. Itulah kenapa kita bisa mendapati betapa banyaknya perilaku atau kebiasaan manusia di muka bumi ini.

Maka dari itu Hijrah Sulukiyyah disini diartikan sebagai proses kita dalam mengubah kebiasaan atau tingkah laku kita yang awalnya buruk menjadi kearah yang lebih baik. Dan dalam momen hijrah ini, sangat tepat jika kita mengkoreksi akhlaq dan kepribadian kita untuk kemudian menghijrahkan akhlaq yang mulia.

Itulah sekilas artikel tentang makna Hijrah bagi Umat Muslim. Semoga yang belum Hijrah dilekaskan untuk berhijrah, dan yang sudah berhijrah dikuatkan untuk tetap Istiqamah dalam Hijrahnya. Semoga bermanfaat.

Maknah Hijrah Bagi Muslim Sejati

Maknah Hijrah Bagi Muslim Sejati

Hijrah pada awalnya dari Bahasa Arab yang berarti meninggalkan, berpindah, atau menjauhkan diri dari suatu tempat atau suatu hal. Jika kita lihat dalam konteks sejarah yang ada, hijrah merupakan suatu kegiatan perpindahan yang dilakukan oleh Rasulullah Muhammad saw bersama para sahabat dan pengikut beliau dari Mekah ke Madinah, dengan tujuan untuk mempertahankan serta menegakkan risalah Allah, yaitu akidah dan syari’at Islam.

Merujuk terhadap hijrah yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. Sebagian ulama ada pula yang mengartikan bahwa hijrah ialah cara kita keluar dari “darul kufur” menuju ke “darul Islam”. Yaitu keluar dari sebuah bentuk kekufuran menuju bentuk keimanan. Kita sebagai umat Islam diwajibkan untuk melakukan hijrah jika merasa diri serta keluarga kita terancam saat mempertahankan akidah dan syari’ah Islam yang kita miliki.

Di jelaskan dalam ayat Al-Qur’an bahwa perintah berhijrah juga ditekankan seperti dalam Qs. Al-Baqarah 2:218 yang berbunyi :
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berhijrah di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”

Qs. Al-An’fal, 8:74 yang berbunyi :
“Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang mujairin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezki (ni;mat) yang mulia.

Qs. Al-An’fal, 8:74 yang berbunyi :

“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.

Jika melihat pada ayat-ayat yang ada di atas, terdapat beberapa esensi kandungan mengenai Hijrah bahwa:
– Hijrah harus dilakukan atas dasar yang benar yaitu niat dan tujuan karena Allah. Mengharapkan keridlaan dan rahmat Allah
– Orang orang yang beriman, berhijrah, dan berjihad dikarenakan motivasi yang satu yaitu Allah dan menginginkan rahmat dan ridha Allah, mereka merupakan mu’min sejati yang akan mendapatkan pengampunan dari Allah, mendapatkan keberkahan rezeki yang mulia serta kemenangan yang nyata di sisi Allah
– Cara untuk berhijrah dan jihad di jalan Allah itu bisa dengan cara apapun, mengorbankan setiap apa yang kita miliki baik itu harta ataupun jiwa kita.

– Di dalam ayat tersebut terkandung tiga hal atau panduan untuk prinsip hidup orang mukmin yaitu diantaranya adalah Iman, Hijrah, dan Jihad. Dimana Iman merupakan keyakinan kita yang harus kita pegang teguh kepada Allah, Hijrah adalah sebuah perubahan dari sisi kekufuran ke sisi keimanan, dan jihad adalah sebuah perjuangan di dalam menegakkan risalah Allah

Makna Hijrah

Hijrah adalah salah satu prinsip hidup sebagai seorang Muslim yang harus kita pegang teguh dan harus dimaknai dengan benar. Jika dilihat dari sisi bahasa,  hijra berarti meninggalkan. Dan seseorang akan bisa dikatakan telah berhijra jika memenuhi dua syarat utama yaitu diantaranya :

Syarat pertama untuk berhijrah adalah adanya sesuatu yang ditinggalkan.Dan syarat kedua adalah adanya sesuatu yang dituju setelah orang tersebut meninggalkan hal yang pertama.

Kedua hal diatas haruslah dipenuhi agar orang tersebut bisa dikatakan sudah berhijrah. Yaitu meninggalkan segalanya yang bersifat buruk, maksiat, dan segala yang negatif ke sesuatu keadaan dimana hal itu menjadi lebih baik, positif, dan mendukung dalam menegakkan ajaran Islam.

Biasanya hijra akan selalu dikaitkan dengan meninggalkan tempat semisal adalah pada saat Rasulullah, para sahabat Nabi dan pengikutnya berpindah ke daerah Madinah untuk meninggalkan Makkah dimana pada saat itu kondisinya terbilang tidak stabil dan bahaya untuk melakukan dakwah. Pada saat itulah hijrah yang pertama kali diajarkan oleh Rasul dan pada saat itu pula awal mulanya Tahun Hijriyah milik umat Islam mulai berjalan.

Jika diambil secara garis besar maka makna Hijrah bisa dibagi menjadi dua macam. Yaitu diantaranya adalah :

Hijrah Makaniyah

A man walks on a sand dune with his came…A man walks on a sand dune with his camels in Mhamid el-Ghizlane, in the Moroccan southern Sahara desert, on March 16, 2014. AFP PHOTO/FADEL SENNAFADEL SENNA/AFP/Getty Images

Hijrah Makaniyah adalah hijrah yang meninggalkan suatu tempat. Beberapa contoh Hijrah Makaniyah diantaranya yaitu:

Kegiatan Hijrah Rasulullah Saw dari Mekah ke Habasyiyah.Kegiatan Hijrah Rasulullah Saw dari Mekah ke Madinah.Kegiatan Hijrah dari suatu Negeri yang di dalamnya terdominasi oleh hal-hal yang diharamkan.Kegiatan Hijrah dari suatu Negeri yang membahayakan kesehatan dengan tujuan untuk menghindari penyakit menuju negeri yang aman.
e. Kegiatan Hijrah pada suatu tempat karena gangguan terhadap harta benda.

Dan banyak lagi contoh Hijrah lainnya. Perintah berhijrah tersebut sesuai dengan yang tercantum di dalam Al-Qur’an surat Al-Ankabut 29:26 yaitu
Berkatalah Ibrahim: “Sesungguhnya aku akan berpindah ke (tempat yang diperintahkan).Tuhanku, Sesungguhnya Dialah yang Maha erkasa lagi Maha Bijaksana”

Jadi bisa disimpulkan bahwa Hijrah Makaniyah adalah proses hijrah kita dari satu tempat yang sebelumnya buruk menuju ke tempat yang lebih baik dengan tujuan memperbaiki kepada hal baik pula.

Hijrah Maknawiyah

Selanjutnya adalah Maknawiyah dimana hijrah ini diartikan berpindahnya suatu yang tidak nampak seperti berpindahnya sebuah keyakinan kita dari yang salah menuju keyakinan yang benar.

Berpindahnya sebuah pemikiran atau biasa disebut hijrah Fikriyah yaitu berpindahnya pemikiran yang sedang kalut, salah, ataupun negatif kepada pemikiran yang lebih baik, benar, dan positif.

Ada pula Hijrah Syu’uriyyah yang merupakan bagian dari Hijrah Maknawiyah. Syu’uriyyah disini bisa berarti sebuah kesenangan, kesukaan atau cita rasa namun ini adalah dalam konteks yang melalaikan seperti mendengarkan musik, melihat film, dan sejenisnya. Dan cara untuk berhijrah dalam model ini adalah dengan meninggalkan hal-hal yang kurang berguna tersebut dengan menggantinya dengan kegiatan yang lebih bermanfaat seperti membaca, belajar, membaca Al-Qur’an, dan sejenisnya.

Selain itu pula ada Hijrah Sulukiyyah yang merupakan bagian dari Hijrah Maknawiyah. Dimana Suluk jika diartikan sesuai bahasa berarti tingkah laku atau kepribadian atau kamu bisa menyebutnya Ahklaq.

Di dalam perjalanan manusia, akhlaq atau kepribadian manusia tidak akan pernah terlepaskan dari sebuah pergeseran. Baik itu pergeseran dari sebuah kepribadian mulia atau akhlaqul karimah manuju kepribadian yang tercelah atau akhlaqul sayyi’ah, atau sebaliknya. Itulah kenapa kita bisa mendapati betapa banyaknya perilaku atau kebiasaan manusia di muka bumi ini.

Maka dari itu Hijrah Sulukiyyah disini diartikan sebagai proses kita dalam mengubah kebiasaan atau tingkah laku kita yang awalnya buruk menjadi kearah yang lebih baik. Dan dalam momen hijrah ini, sangat tepat jika kita mengkoreksi akhlaq dan kepribadian kita untuk kemudian menghijrahkan akhlaq yang mulia.

Itulah sekilas artikel tentang makna Hijrah bagi Umat Muslim. Semoga yang belum Hijrah dilekaskan untuk berhijrah, dan yang sudah berhijrah dikuatkan untuk tetap Istiqamah dalam Hijrahnya. Semoga bermanfaat.

Menggosok Gigi Saat Puasa, Batalkah Puasa?

Menggosok Gigi Saat Puasa, Batalkah Puasa?

Bolehkah menggosok gigi saat puasa? Apakah puasa menjadi batal kalau sampai memakai sikat gigi sekaligus pastanya?

Memakai Siwak itu Boleh

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِى لأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ وُضُوءٍ

“Seandainya tidak memberatkan umatku niscaya akan kuperintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali berwudhu.” (Hadits ini dikeluarkan oleh Bukhari dalam kitabnya yang Shahih secara mu’allaq (tanpa sanad). Dikeluarkan juga oleh Ibnu Khuzaimah 1: 73 dengan sanad yang lebih lengkap. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa sanad dari hadits ini shahih)

Penulis Tuhfatul Ahwadzi rahimahullah mengatakan, “Hadits-hadits yang semakna dengan hadits di atas yang membicarakan keutamaan bersiwak adalah hadits mutlak yang menunjukkan bahwa siwak dibolehkan setiap saat. Inilah pendapat yang lebih tepat.” (Tuhfatul Ahwadzi, 3: 488)

Sebagian dari ulama seperti ulama Malikiyah dan Asy-Sya’bi menyatakan makruh siwak basah karena memiliki rasa.

Disebutkan oleh Imam Bukhari dalam kitab shahihnya, Ibnu Sirin berkata, “Tidak masalah menggunakan siwak basah.” Ada yang berkata, “Siwak basah memiliki rasa.” Ibnu Sirin menyanggahnya, “Air juga memiliki rasa, namun masih dibolehkan berkumur-kumur dengan air.”

Diriwayatkan dari Ibnu Abi Syaibah, Ibnu ‘Umar pun berpendapat bahwa tidak apa-apa memakai siwak yang basah maupun yang kering.

Intinya, siwak basah masih diperbolehkan karena yang dikhawatirkan ialah adanya sesuatu yang masuk lewat mulut. Sebenarnya sama juga halnya dengan berkumur-kumur. Kalau ada sesuatu yang basah yang berada di mulut lalu dimuntahkan, maka tidak akan merusak puasanya. Lihat pembahasannya dalam Tuhfatul Ahwadzi, 3: 488.

Menggosok Gigi Saat Puasa

Jika kita melihat dari perkataan para ulama masa silam, menyikat gigi tidaklah membatalkan puasa asalkan tidak adanya pasta atau sesuatu yang sampai masuk ke dalam rongga tubuh atau perut.

Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Jika seseorang bersiwak dengan siwak yang basah lantas cairan dari siwak tadi terpisah lalu tertelan, atau ada serpihan dari siwak yang ikut tertelan, puasanya batal. Hal ini tidak ada perbedaan di antara para ulama (Syafi’iyah, pen.). Al-Faurani dan yang lainnya menegaskan seperti itu.” (Al-Majmu’, 6: 222)

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah ketika beliau ditanya apa hukumnya menggosok gigi memakai pasta gigi saat berpuasa, jawaban beliau adalah, “Membersihkan gigi saat dengan pasta gigi tidak membatalkan puasa sebagai siwak. Hal ini selama menjaga diri dari sesuatu yang masuk dalam rongga perut. Jika tidak sengaja ada sesuatu yang masuk di dalam, maka tidak batal.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 15: 260. Dinukil dari Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab no. 108014).

Tapi ada saran dari Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah, “Lebih utama adalah orang yang berpuasa tidak menyikat gigi (dengan pasta). Waktu untuk menyikat gigi sebenarnya masih lapang. Jika seseorang mengakhirkan untuk menyikat gigi hingga waktu berbuka, maka dia berarti telah menjaga diri dari perkara yang dapat merusak puasanya.” (Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibnu ‘Utsaimin, 17: 261-262).

Saran kami yaitu, untuk menggosok gigi baiknya sebelum adzan Shubuh atau setelah berbuka puasa saja. Kalau ada rasa tersisa setelah menggosok gigi dan terasa di pagi hari, itu tidak akan merusak puasa. Wallahu a’lam.

Gambar Gerhana dan Sudut Pandang Dalam Islam

Gambar Gerhana dan Sudut Pandang Dalam Islam

Gambar Gerhana Gerhana merupakan fenomena yang terjadi ketika sebuah benda angkasa bergerak kedalam bayangan benda angkasa lainnya. Gerhana terbagi menjadi dua, yakni gerhana matahari dan gerhana bulan. Gerhana matahari terjadi ketika posisi bulan terletak diantara bumi dan matahari. Sedangkan gerhana bulan terjadi ketika seluruh atau sebagian bulan tertutup oleh bayagan bumi.

Dalam Islam sendiri dianjurkan untuk melakukan shalat gerhana ketika fenomena gerhana terjadi, baik itu gerhana bulan maupun gerhana matahari. Adapun keutamaan mengerjakan shalat tersebut tertuang dalam hadits berikut:

Dari Abu Bakrah Radhiallahu Anhu:

Kami pernah duduk-duduk bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam lalu terjadi gerhana matahari. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri dan berjalan cepat sambil menyeret selendangnya hingga masuk ke dalam masjid, maka kami pun ikut masuk ke dalam masjid. Beliau lalu mengimami kami shalat dua rakaat sampai matahari kembali nampak bersinar. Setelah itu beliau bersabda:

Sesungguhnya matahari dan bulan tidak mengalami gerhana disebabkan karena matinya seseorang. Jika kalian melihat gerhana keduanya, maka dirikanlah shalat dan berdoalah hingga selesai gerhana yang terjadi pada kalian.” (HR. Al-Bukhari no. 1040).

Gambar Gerhana

Berikut adalah beberapa gambar gerhana, yang kami rangkumkan juga bersama fakta-fakta tentang gerhana berdasarkan sudut pandang umum dan juga sudut pandang Islam.

Gambar Gerhana Bulan

dw.com

google images

beritadaerah.co.id

Tuntunan Islam, ketika kita melihat fenomena gerhana. baik itu gerhana bulan ataupun gerhana matahari. Dianjurkan untuk melakukan 7 hal ini (berdasarkan hadits-hadits tentang gerhana, diantarnya: Shalat gerhana, berdo’a, berIstigfar, Bertakbir, Berdzikir, Bershadaqah dan memerdekakan budak. (Lihat HR. Al-Bukhari no. 1040, 1044, 1059, 2519; Muslim no. 901, 912, 914)

Gambar Gerhana Matahari

detiknyuus.blogspot.com

www.panorama-magz.com

kriminalitas.com

Dalam Sirah Nabawiyyah gerhana terjadi juga pada jaman Nabi Rasulullah, dalam riwayat tercatat gerhana matahari terjadi sebanyak 6 kali dan yang paling banyak adalah peristiwa gerhana Matahari Cincin yang salah satunya bertepatan pula dengan hari menginggallnya Ibrahim bin Muhammad di Madinah al-Munawwarah. Saat itu Rasulullah pun meluruskan pendapat dari orang-orang yang mengaitkan gerhana dengan kematian manusia ataupun peristiwa lainnya.

Al-Mughirah bin Syuaib berkata: “Pada masa Nabi Muhammad SAW pernah terjadi gerhana matahari, yaitu di hari meninggalnya putera beliau, Ibrahim.” Orang-orang lalu berkata: “Gerhana matahari ini terjadi karena meninggalnya Ibrahim!”, Maka Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya , matahari dan bulan tidak akan mengalami gerhana disebabkan karena mati atau hidupnya seseorang. Jika kalian melihat gerhana, shalat dan berdoalan kepada Allah” (Shahih Bukhari, 985).

Ada dua istilah dalam dalam penyebutan gerhana. yakni  khusuf al-Qamr dan khusuf al-Syams,  khusuf al-Qamr digunakan untuk penyebutan gerhana bulan sedangkan khusuf al-Syams adalah penyebutan untuk gerhana matahari. Sedangkan hukum dari shalat ini adalah Sunnah Muakkadah.

Sebagaimana Firman Allah dalam surat al-Fusshilat (37) :

“Dan dari sebagian tanda-tanda-Nya adalah adanya malam dan siang, serta adanya matahari dan bulan. Janganlah kamu sujud kepada matahari atau bulan, tetapi sujudlah kepada Allah yang menciptakan keduanya”.

Fenomena atau kejadian alam yang langka tersebut seharusnya menuntun manusia agar lebih ingat pada Allah SWT, Dialah yang telah menciptakan alam semesta ini beserta isinya dan segala proses menakjubkan didalamnya.

Untuk itu perbanyaklah amalan-amalan dan hal-hal yang sebagaimana yang ada dalam tuntunan agama Islam. Bukannya menyibukan diri dengan hal-hal keduniawian yang tak jelas untuk siapa peruntukannya.

Maka jika kamu melihatnya (gerhana) berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah, bersedekahlah serta shalatlah”(Hadis riwayat Bukhari).

Kamis, 05 Januari 2017

Penegrtian Sholawat, macam-macam Sholawat

Bacaan Sholawat Nabi Muhammad SAW


Bacaan Sholawat Nabi Muhammad SAW – Sholawat adalah suatu bentuk pujian kita sebagai umat Muslim kepada Rasulullah Muhammad SAW dan menjawab sholawat pun menjadi sebuah hal keharusan untuk ucapkan. Mengucapkan Shalawat untuk Nabi sebaiknya dijadikan sebagai amaln sehari-hari. Karena dalam menjalankan amalan tersebut kita akan mendapatkan manfaat dan keutamaan yang sangat melimpah.

tandapagar.com

Dengan rutin melantunkan Sholawat secara otomatis akan mengurangi beban dan menjadikan hidup kamu lebih tentram setiap harinya. Karena Sholawat dapat menentramkan dan membuka hari yang gelisah.

A. Pengertian Sholawat

neobux.com

Secara bahasa Sholawat adalah bentuk jamak dari kata Salla yang memiliki arti; doa, keberkahan, kemuliaan, kesejahteraan, dan ibadah. Jadi bisa disimpulkan bahwa Sholawat secara bahasa bisa diartikan sebagai do’a.

Firman Allah.SWT dalam surat At-Taubah ayat 103 menyebutkan:

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.
(At-Taubah: 103)

B. Pengertian Sholawat Menurut Istilah

zafarheena.devianart.com

Shalawat menurut syar’i atau istilah pujian kepada Nabi. Dalam surat Al-ahzab ayat 56 Firman Allah menyebutkan

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikatNya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. Al-Ahzab: 56.

Ibnu Katsir menyebutkan dalam tafsirnya ketika manafsirkan ayat tersebut, bahwa Imam Bukhari meriwayatkan Abu Aliyah berkata:
Shalawat adalah:

Apabila Shalawat dari Allah.SWT kepada Nabi berarti memberikan rahmat dan kemuliaan (Rahmat Tadhim)Apabila Shalawat dari Malaikat kepada Nabi berarti memohonkan ampunanApabila Sholawat dari golongan yang beriman (Jin dan Manusia) berarti berdoa supaya diberikan rahmat dan kemuliaan

C. Dalil Tentang Membaca Shalawat Nabi

brilio.net

Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian kuburan dan jangan lah kalian menjadikan kuburanku sebagai tempat perayaan, bersholawatlah kepadaku karena sesungguhnya ucapa sholawat kalian akan sampai kepadaku di manapun kalian berada.” (H.R. Abu Daud No. 2044 dengan Sanad Hasan)

Hukum Membaca Sholawat Nabi

blogspot.com

Berbicara hukum membaca Sholawat ada berbagai pendapat dari Ulama, ada yang Wajib Bil Ijmal, Wajib satu kali seumur hidup, ada juga yang berpendapat Sunnah. Pendapat yang paling mayshur adalah Sunnah Mu’akkad, akan tetapi membaca sholawat pada akhir Tasyahud Akhir dari Sholat adalah wajib, oleh karena itu sudah menjadi rukunnya sholat.

D. Macam-macam Bacaan Sholawat

blog.al-habib.info

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ الأُمِّيِّ

“Allahumma Sholli ‘Ala Muhammad An Nabiyyil Ummiyyi.” (Ya Allah, berilah Shalawat kepada Muhammad Nabi yang Ummi)”. Fadhlu Ash Sholah ‘Alan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam no. 60 Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadist ini shohih.

اللَّهُمَّ صّلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

“Allahumma Sholli ‘Ala Muhammad Wa’Ala Ali Muhammad Kama Shollaita ‘Ala Ali Ibrahim, Innaka Hamidun Majid.” (Ya Allah, berilah Shalawat kepada Muhammad dan kerabatnya, karena engkau memberi shalawat kepada kerabat Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia). Fadhlu Ash Sholah ‘Alan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam no. 56 Syaikh Al Albani mengatakan bahwa Sanad hadist ini shohih.

kopiireng.com

“Allahumma Shollu Wa Sallim ‘Ala Nabiyyina Muhammad” (Ya Allah, limpahkan shalawat dan salam kepada nabi kamu Muhammad) dibaca sebanyak 10 kali, pada pagi hari maupun soore hari. “Barang siapa yang bersholawat untukku 10 kali pada pagi hari dan 10 kali pada sore hari, maka ia mendapat syafa’atku pada hari kiamat. (H.R. At-Thabrani)

Hukum Mengerjakan Sholat Sunnah 2 Rakaat Sebelum Sholat Subuh

Hukum Mengerjakan Sholat Sunnah 2 Rakaat Sebelum Sholat Subuh

Assalamualaikum afwan mau tanya
Ketika kita telat bangun pada subuh hari dan ketinggalan sholat 1 rakaat, apakah kita tetap mengikuti jamaah??
dimana kita belum sempat mengerjakan sholat 2 rakaat sebelum subuh. apakah sholat 2 rakaat sebelum subuh bisa dikerjakan setelah melaksanakan sholat subuh secara jamaah???
syukran

Jawaban

Wa alaikum salam warahmatullah..

Shalat rawatib qobliyah subuh adalah shalat yang hukumnya sunnah muakkadah, dan diantara shalat yang senantiasa dilakukan oleh Rasulullah kendati beliau dalam keadaan safar, maka ini menunjukkan kemuliaan shalat ini. Jika kita terlambat berangkat pergi ke mesjid, dan mendapati imam sedang shalat maka kita harus ikut shalat bersama Imam, berdasarkan sabda Rasulullah:
إذا أقيمت الصلاة فلا صلاة إلا المكتوبة.
Jika iqamat telah dikumandangkan, maka tidak ada shalat (yang boleh dikerjakan) kecuali shalat wajib. (HR Muslim).

Lalu bagaimana caranya kita shalat rawatib qobliyah subuh?
Jawabannya:
Bahwa boleh bagi kita mengqodho shalat tersebut dengan 2 cara:

1. Melaksanakannya setelah kita selesai shalat subuh, sebagaimana riwayat dari Rasulullah yang menegur seorang sahabat melaksanakan shalat 2 rakaat setelah shalat subuh:
ما هاتان  الركعتان يا قيس؟. قلت: يا رسول الله، لم أكن صليت ركعتي الفجر فهما هاتان
Artinya:
Shalat apa yang engkau lakukan ini Qois? Maka Qois menjawab: wahai Rasulullah, aku belum shalat qobliyah fajar, maka shalat ini adalah penggantinya. (HR Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu majah, dan lemahkan oleh tirmidzi karena sanadnya terputus, namun Hakim dan Ibnu Hibban meriwayatkan dengan sanad yang bersambung dan dishahihkan oleh Hakim, dan hadist ini diamalkan oleh mayoritas ulama)

2. Melaksanakannya setelah terbit matahari (waktu shalat dhuha) sebagaimana Hadits yg diriwayatkan dari Rasulullah :

من لم يصل ركعتي الفجر، فليصلهما بعدما تطلع الشمس
Artinya :
Barang siap yang belum melaksanakan 2 rakaat sebelum shalat fajar, maka hendaknya ia Melaksanakannya ketika matahari terbit. (HR Tirmidzi dan dishahihkan oleh hakim dan syaikh Albani, dan imam tirmidzi meriwayatkan bahwa amalan ini dilakukan oleh sahabat Ibnu Umar dan sebagian ulama.)
Akhirnya, untaian doa kita panjatkan semoga Allah memberikan TaufiqNya agar kita senantiasa diberi kekuatan untuk melaksanakan syariatnya.

Wallahu a’lam

Wahai Jiwa, Bangkitlah Dari Keputus Asaanmu

Sahabat…

Kita pasti mendapatkan kehidupan ini tak pernah henti dari ujian. Belum juga usai satu masalah, masalah baru yang terasa lebih berat terkadang datang melanda, atau mungkin ketika kita baru dapat bernafas lega karena selesai dari satu masalah, tiba-tiba satu atau dua musibah baru menimpa.

Kehidupan dunia ini memang berat, bahkan mungkin oleh sebagian orang menganggapnya sangat kejam. Karena itu, kita mungkin kadang kala mendengar berita tentang seseorang yang nekat bunuh diri karena tak mampu menghadapi ujian hidupnya, atau tiba-tiba masuk rumah sakit jiwa karena stres memikirkan beratnya kehidupan dunia, atau putus asa hingga menganiaya dirinya sendiri karena tidak sanggup atau trauma akan musibah yang amat menyakitkan hatinya. Sebagian dari mereka ini adalah orang-orang yang lalai.

Lalai, ya lalai…
Mereka menganggap kehidupan itu hanyalah yang mereka rasakan sekarang saja, apa yang ada di depan matanya. Hingga tatkala satu ujian dari Allah diberikan, berupa dicabutnya satu nikmat darinya, ia merasa bahwa kehidupan dunia telah berakhir, dunia sangat kejam, Allah tak berbuat baik dan adil padanya, atau segala jenis buruk sangkanya kepada Allah azza wajalla.

Sahabat…
Mari renungkan satu perkataan indah nan penuh hikmah dari seorang guru, orang tua yang telah banyak makan garam dalam melalui kehidupan ini, Syaikh Ali ath-Thanthwi rahimahullah, ia berkata:

ولكن الغافلين المساكين الذين أصيبوا بقصر النظر فلا يرون إلا ما بين أيديهم ، ويحسبون أن حياة الإنسان هي هذه الأيام التي يقضيها في الدنيا ، ولو وضع على عينيه نظرات الشرع – لمداواة ما به من قصر النظر- لرأى أن الطريق أمامه طويل وأن السفر بعيد وأن هذه الحياة الدنيا مرحلة من مراحل العمر ليست هي العمر.

Orang-orang yang lalai nan menyedihkan adalah mereka yang memiliki pandangan pendek akan kehdiupan ini. Tidaklah mereka memahami kehidupan kecuali yang mereka alami saat ini di depan matanya, lalu menganggap bahwa kehidupan seorang manusia hanyalah hari-hari yang sedang dilaluinya kini di dunia. Jikalau diletakkan di hadapannya pertimbangan-pertimbangan syariat -untuk mengobati pandangan pendeknya itu- maka sungguh ia akan beranggapan bahwa jalan teramat jauh di hadapannya, perjalanan safar yang harus ditempuh terasa sangat jauh, dan kehidupan dunia ini yang merupakan satu marhalah (tingkatan) dari marhalah-marhalah kehidupan bukanlah kehidupan itu.

إننا كركب مسافرين يقطعون ما بين المشرق والمغرب نزلوا ساعة يسترحون. فالأحمق يحسب أن الطريق انتهى فيأكل زاده ويسيب دابته ولا يعد العدة للمسير. وإذا قامت القافلة ومشت تخلف عنها أو ضل في البادية أو مات من الجوع. والعاقل من يعلم أن عليه أن يريح راحلته ويعلفها ليقطع الطريق عليها ويوفر زاده ليكفيه أيام الرحلة

Sesungguhnya kita ini laksana kafilah para musafir yang sedang melalui jalan antara timur dan barat, dimana mereka berhenti sejenak untuk beristirahat. Adapun seorang yang dungu, ia mengira bahwa perjalanan hidup ini telah berakhir, sehingga ia memakan seluruh perbekalannya, meninggalkan kendaraannya dan tidak mempersiapkan diri untuk perjalanan berikutnya. Jika kafilah itu telah berjalan kembali melanjutkan perjalanannya, ia justru berpaling dari kafilah itu atau tersesat dalam gurun sahara yang luas hingga binasa karena kelaparan.

Adapun seorang yang berakal adalah seorang yang mengetahui bahwa yang terbaik bagi dirinya adalah kembali mengendari kendaraannya dan memperjalankannya untuk melalui jalan itu, dan ia akan memperbanyak perbekalannya guna mencukupkan dirinya pada hari-hari bersantai ria.

وما هذه الحياة؟ ما مدتها؟ سبعون سنة، مئة سنة، مئة وخمسون؟ هل يعيش أحد أكثر من مئة وخمسين سنة؟ وما مئة وخمسين سنة يالنسبة إلى الآخرة؟ بل هبوه عاش عمر نوح، قريبا من ألف سنة فما ألف سنة؟ إنها كيوم واحد من أيام الآخرة بل إن في الآخرة يوما مقداره خمسون ألف سنة.

Lalu apa sih kehidupan dunia ini? Berapa jangka waktunya? 70 tahun, 100 tahun atau 150 tahun? Apakah ada seseorang yang hidup lebih dari 150 tahun? Berapa lama kehidupan 150 tahun itu jika dibandingkan dengan kehidupan akhirat? Anggaplah ada yang dapat hidup seperti umur Nabi Nuh yang hampir 1000 tahun, lalu apa artinya seribu tahun itu? Ia hanyalah terhitung satu hari jika dibandingkan dengan hari-hari akhirat, bahkan di akhirat sehari disana perbandingannya sama dengan 50.000 tahun di dunia ini.

فأين نحن من ذكر الآخرة؟ لقد نسيناها وشغلتنا عنها ترهات الدنيا وهموم العيش والتقاتل على حطام فإن لا يبقى بعد الموت شيئ. إننا نري الأموات تمر بنا موابكهم كل يوم ولكن يظن أن الموت كتب على الناس كلهم إلا علينا ونبصر القبر تملأ الأرض ولا نفكر أننا سننزل يوما إلى القبر

Dimanakah diri kita dari mengingat akhirat? Sungguh kita terlalu sering melupakannya karena disibukkan oleh kebohongan-kebohongan dunia, duka hati kesedihan hidup, dan berperang memperebutkan harta dunawi yang semua itu tidak akan tersisa sedikitpun. Kita melihat mayat-mayat lewat di hadapan kita hampir setiap hari, namun perasaan kita selalu menipu sehingga menganggap seolah-olah kematian itu ditetapkan untuk seluruh manusia kecuali kita. Kita juga melihat kuburan yang memenuhi bumi namun kita lalai untuk berfirkir bahwa kita suatu saat akan tidur dalam gelapnya kubur itu juga. (Nur Wa Hidayah: 12)

Karena itu wahai sahabat…

Jika dirimu hari ini adalah termasuk diantara orang-orang yang sedang putus asa, sedih, stress atau sakit hati karena kerasnya penindasan cinta yang telah mengkhianatimu hingga patah arang, maka bersabarlah.

Jika dirimu hari ini adalah termasuk diantara orang-oang yang sedang putus asa, sedih, stress atau sakit hati karena jatuh bangun melalui terjalnya ujian hidup, maka bersabarlah.

Jika dirimu hari ini adalah termasuk diantara orang-orang yang sedang putus asa, sedih, stress atau sakit hati karena kehilangan seseorang yang engkau kasihi, maka bersabarlah.

Renungkanlah nasehat Tuhanmu yang begitu mulia kepada orang-orang mulia yang kalah dalam perang uhud, Dia berfirman:

إِنْ يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ الْقَوْمَ قَرْحٌ مِثْلُهُ وَتِلْكَ الأيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَيَتَّخِذَ مِنْكُمْ شُهَدَاءَ وَاللَّهُ لا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ

“Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada’. dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (QS. Ali Imran: 140)

Karena itu wahai sahabat, pahamilah arti ujian ini, hari-hari ini hanyalah hari-hari yang Allah pergilirkan diantara manusia antara kejayaan dan kesedihan, agar kita mendapat pelajaran. Maka janganlah menzhalimi dirimu sendiri dengan menjebaknya dalam samudra kesedihan yang membuatmu putus asa dari rahmat-Nya.

Ingatlah satu kalimat agung dari Tuhanmu, Dia berfirman:

يَا بَنِيَّ اذْهَبُوا فَتَحَسَّسُوا مِنْ يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِنَّهُ لا يَيْئَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ

“Jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya tiada yang berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”. (QS. Yusuf: 87)

Hukum Menceritakan Kejelekan Orang Lain

Hukum Menceritakan Kejelekan Orang Lain

Assalamu alaikum
Bagaimana hukumnya jika menceritakan masalah/kejelekan seseorang ke orang lain, agar kita dan orang lain bisa mengambil pelajaran untuk tidak melakukan hal seperti itu?

Jawaban

Wa alaikum salam warahmatullah..
Menceritakan kejelekan dan keburukan orang lain terbagi menjadi dua:
1. Menceritakan keburukan dan kejelekan dengan menyebut nama orang tersebut, maka ini termasuk dalam kategori ghibah sebagaimana sabda Rasulullah ketika menjelaskan tentang ghibah, beliau bersabda:
ذكرك أخاك بما يكره
Artinya: engkau menyebut sesuatu pada saudaramu yang ia benci. (HR. Muslim)
Amalan ini secara prinsip adalah haram, kecuali jika ada maslahat yang kuat yang diharapkan, seperti menjadi saksi, atau konsultasi pernikahan dll.
2. Menyebutkan keburukan tanpa menyebut nama personal tertentu, dan ini diperbolehkan sebagaimana dilakukan oleh Nabi kita Muhammad dalam beberapa kesempatan, beliau pernah mengatakan:
ما بال أقوام يفعلون كذا وكذا
Bagaimana keadaan suatu kaum yang melakukan perbuatan ini atau itu

Beliau juga pernah mengatakan:
ما بال أقوام يرفعون أبصارهم إلى السماء في الصلاه..
Bagaimana keadaan suatu kaum yang mengangkat pandangannya ke langit ketika shalat.

Akan sangat baik jika kita selalu menyibukkan diri dengan aib kita dan beristighfar darinya, sebab salah satu tanda kebahagiaan seseorang adalah ketika ia menyibukkan dengan aibnya sendiri dan melupakan aib orang lain, sebagaimana yang diriwayatkan dari Nabi kita:
طوبى لمن شغله عيبه عن عيوب الناس
Artinya: Berbahagialah bagi orang yang menyibukkan diri dengan aibnya dan melupakan orang lain. HR Bazzar dan dihasankan oleh Ibnu Hajar.
Yang dimaksud dengan menyibukkan diri dengan aibnya adalah menghitung-hitung dan mengevaluasi aib dan dosa-dosanya sendiri.

Wallahu a’lam

Hukum meninggalkan shalat 5 waktu bagi seorang muslim yang wajib kamu ketahui

Hukum Meninggalkan Sholat 5 Waktu Bagi Seorang Muslim yang Wajib Kamu Ketahui


Hukum meninggalkan sholat 5 waktu – Seperti kita ketahui bahwasanya sholat adalah tiang agama, yang membedakan kita dengan orang kafir tidak lain adalah dengan sholat, karena orang kafir tidak melaksanakan sholat sebagaimana orang islam sholat, sholat juga termasuk salah satu rukun dalam islam.

Olehharena pentingnya sholat ini saya pada kesempatan kali ini akan membahas mengenai hukum meninggalkan sholat 5 waktu bagi seorang muslim.

Hukum Meninggalkan Sholat 5 Waktu

Ibnu Qayyim Al Jauziyah –rahimahullah- mengatakan, ”Kaum muslimin bersepakat bahwa meninggalkan shalat lima waktu dengan sengaja adalah dosa besar yang paling besar dan dosanya lebih besar dari dosa membunuh, merampas harta orang lain, berzina, mencuri, dan minum minuman keras.

Orang yang meninggalkannya akan mendapat hukuman dan kemurkaan Allah serta mendapatkan kehinaan di dunia dan akhirat.” (Ash Sholah, hal. 7)

Dinukil oleh Adz Dzahabi dalam Al Kaba’ir, Ibnu Hazm –rahimahullah- berkata, “Tidak ada dosa setelah kejelekan yang paling besar daripada dosa meninggalkan shalat hingga keluar waktunya dan membunuh seorang mukmin tanpa alasan yang bisa dibenarkan.” (Al Kaba’ir, hal. 25)

Adz Dzahabi –rahimahullah- juga mengatakan, “Orang yang mengakhirkan shalat hingga keluar waktunya termasuk pelaku dosa besar. Dan yang meninggalkan shalat secara keseluruhan -yaitu satu shalat saja- dianggap seperti orang yang berzina dan mencuri. Karena meninggalkan shalat atau luput darinya termasuk dosa besar.

Maka dari itu, orang yang meninggalkannya sampai berkali-kali termasuk pelaku dosa besar sampai dia bertaubat. Sesungguhnya orang yang meninggalkan shalat termasuk orang yang merugi, celaka dan termasuk orang mujrim (yang berbuat dosa).” (Al Kaba’ir, hal. 26-27)

Sholat Merupakan Pembeda Muslim dan Kafir

Apakah Orang yang Meninggalkan Shalat Kafir Alias Bukan Muslim?

Dalam point sebelumnya telah dijelaskan, para ulama bersepakat bahwa meninggalkan shalat termasuk dosa besar bahkan lebih besar dari dosa berzina dan mencuri. Mereka tidak berselisih pendapat dalam masalah ini. Namun, yang menjadi masalah selanjutnya, apakah orang yang meninggalkan shalat masih muslim ataukah telah kafir?

Asy Syaukani -rahimahullah- mengatakan bahwa tidak ada beda pendapat di antara kaum muslimin tentang kafirnya orang yang meninggalkan shalat karena mengingkari kewajibannya.

Namun apabila meninggalkan shalat karena malas dan tetap meyakini shalat lima waktu itu wajib -sebagaimana kondisi sebagian besar kaum muslimin saat ini-, maka dalam hal ini ada perbedaan pendapat (Lihat Nailul Author, 1/369).

Mengenai meninggalkan shalat karena malas-malasan dan tetap meyakini shalat itu wajib, ada tiga pendapat di antara para ulama mengenai hal ini.

Pendapat pertama mengatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat harus dibunuh karena dianggap telah murtad (keluar dari Islam).

Pendapat ini adalah pendapat Imam Ahmad, Sa’id bin Jubair, ‘Amir Asy Sya’bi, Ibrohim An Nakho’i, Abu ‘Amr, Al Auza’i, Ayyub As Sakhtiyani, ‘Abdullah bin Al Mubarrok, Ishaq bin Rohuwyah, ‘Abdul Malik bin Habib (ulama Malikiyyah), pendapat sebagian ulama Syafi’iyah, pendapat Imam Syafi’i (sebagaimana dikatakan oleh Ath Thohawiy), pendapat Umar bin Al Khothob (sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hazm), Mu’adz bin Jabal, ‘Abdurrahman bin ‘Auf, Abu Hurairah, dan sahabat lainnya.

Pendapat kedua mengatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat dibunuh dengan hukuman had, namun tidak dihukumi kafir. Inilah pendapat Malik, Syafi’i, dan salah salah satu pendapat Imam Ahmad.

Pendapat ketiga mengatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat karena malas-malasan adalah fasiq (telah berbuat dosa besar) dan dia harus dipenjara sampai dia mau menunaikan shalat. Inilah pendapat Hanafiyyah. (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 22/186-187)

Jadi, intinya ada perbedaan pendapat dalam masalah ini di antara para ulama termasuk pula ulama madzhab. Bagaimana hukum meninggalkan shalat menurut Al Qur’an dan As Sunnah? Silakan simak pembahasan selanjutnya.

وَأَقِيمُوا الصَّلاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ
Artinya: “Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk.” (QS.al Baqarah(2) : 43)

Sholat 5 waktu

Berjanji menunggu seseorang untuk melamar selama 4 tahun

Berjanji Menunggu Seseorang Untuk Melamar Selama 4 Tahun

Wahdah Islamiyah / admin wahdah / 2 jam yang lalu

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatu

Afwan ustadz, saya ingin bertanya tentang hukum berjanji menunggu seseorang untuk datang melamar. Apakah janji yang pernah dia ucapkan untuk datang melamar & janji yang saya ucapkan untuk menunggu dia 4 tahun yang lalu sudah terikat oleh hukum dalam syariat kita? Dan apakah saya berdosa jika saya menerima pinangan laki laki lain yang datang sebelum dia karena saya memang sudah memiliki hajat menikah ditahun ini? Dan jika saya sudah mengiyakan dengan laki-laki lain, bagaimana hukumnya jika saya membatalkan pernikahan karena saya masih ragu dengan laki-laki yang sudah menjadi calonku sekarang & selalu dihantui rasa bersalah kepada laki-laki yang sudah saya berikan janji untuk menunggunya?
Mohon untuk bisa dijawab ustadz, atau admin yang bisa membantu untuk mendapatkan jawaban dari ustazd-ustadz kita. Ini sangat penting bagi kehidupan saya.. Jazakumullah khairant katsiran.

Oleh HT di Tarakan

Jawaban

Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatu

Hal tersebut masih merupakan janji bukan pelamaran, sehingga masih bisa dibatalkan. Janji tersebut tidak terikat secara hukum syariat. Hanya saja seorang muslim harus menepati janji, karena ciri-ciri orang munafiq adalah jika berjanji maka dia mengingkari janjinya.

Tapi masalah menikah adalah kebutuhan, sehingga jika wanita tersebut tidak bisa menunggu dalam waktu yang cukup lama, maka dia berhak untuk meminta lelaki yang pernah berjanji tersebut untuk segera melamarnya, karena khawatir terjatuh ke dalam kemaksiatan. Jika lelaki tersebut tidak mau, maka Anda dapat menyampaikn bahwa ada seorang pria lain yang akan melamarmu. Sehingga lelaki tersebut dapat mencari jalan keluar.

Bisa jadi lelaki tersebut segera melamar atau dia mempersilahkan untuk dilamar oleh lelaki lain. Ini jalan terbaik. Sehingga tidak ada yang dirugikan atau dizholimi. Jadi sebelum Anda mengiyakan lamaran lelaki lain, maka sampaikan terlebih dahulu masalah ini kepada pria yang pernah berjanji sebelumnya. Dikhawatirkn jika Anda menikah dengan lelaki lain, dia mungkin saja menyimpan amarah dan dendam yang dapat menyebabkan problem di masa depan. Adapun hukum syar’inya, wanita tersebut bisa menerima lamaran dari pria mana saja karena dia belum pernah dilamar sebelumnya akan tetapi hanya janji dari kedua belah pihak. Wallahu a’lam.

✍ Dijawab oleh Ustadz Ronny Mahmuddin, S.S., Lc., M.Pd. I., M.A