Rabu, 18 Januari 2017

Motipasi hidup

Ketika Dosa Menjadi Sebuah Panutan

Ketika Anda melakukan sebuah dosa kemudian dosa tersebut menjadi panutan bagi yang lain maka dosa tersebut pun menjadi tanggungjawab Anda.

Foto: Photobucket

HATI-HATILAH dalam bertindak. Karena bisa jadi, ada banyak orang yang diam-diam mengikuti apa yang tengah Anda lakukan. Terlebih ketika posisi Anda berpengaruh di masyarakat.

Ketika Anda melakukan sebuah dosa kemudian dosa tersebut menjadi panutan bagi yang lain maka dosa tersebut pun menjadi tanggungjawab Anda.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa melakukan suatu amalan kejelekan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya dosa semisal dosa orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi dosanya sedikitpun,” (HR. Muslim no. 1017).

Sehingga bagi seorang alim yang menjadi panutan lainnya, hendaknya ia: [1] meninggalkan dosa dan [2] menyembunyikan dosa jika ia terlanjur melakukannya.

Sebagaimana dosa seorang alim bisa berlipat-lipat jika ada yang mengikuti melakukan dosa tersebut, maka begitu pula dengan kebaikan yang ia lakukan. Jika kebaikan tersebut diikuti orang lain, maka pahalamu akan semakin berlipat untuknya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa melakukan suatu amalan kebaikan lalu diamalkan oleh orang sesudahnya, maka akan dicatat baginya ganjaran semisal ganjaran orang yang mengikutinya dan sedikitpun tidak akan mengurangi ganjaran yang mereka peroleh.” []

Rabu, 11 Januari 2017

Tempat yang Menjadikan Laki-laki Jadi Pemberani

Tempat yang Menjadikan Laki-laki Jadi Pemberani


ArchDaily

Ciri pertama kedewasaan seorang laki-laki adalah memakmurkan masjid. Hati mereka selalu terpaut pada-Nya. Di masjid, laki-laki mensucikan diri, bersujud, berzikir dan sholat. Perdagangan, jual beli dan macam-macam urusan duniawi tak menggoyahkan hati mereka untuk mendatangi masjid. Masjid bukan sekadar tempat untuk numpang pipis.

Ibnu Hajar menjelaskan, “Sebagaimana disebut dalam hadits shahihain, makna “tergantung pada masjid” adalah menempel atau melekat seperti sesuatu yang tergantung di masjid semisal lampu sebagai bukti dari ketergantungan hatinya meskipun jasadnya tidak berada di dalam masjid.

Nabi SAW. mengingatkan tentang keutamaan masjid sebagaimana sabdanya, “Tempat yang paling aku sukai di sebuah negeri adalah masjid dan tempat yang paling dibenci Allah adalah pasar.”

Perhatikan, sebesar apapun ketergantungan Rasulullah SAW.pada masjid dan sekuat apa Rasulullah SAW. menjaga sholat berjamaah di masjid? Rasulullah sampai tiga kali jatuh pingsan dan setiap kali tersadar, Rasulullah kembali berwudhu kemudian berusaha bangkit untuk pergi ke masjid meskipun pada akhirnya Rasulullah SAW. mendapati dirinya tak mampu lalu mengutus Abu Bakar mengimami sholat.

Para ulama salaf telah memberikan teladan yang indah dan tepat dalam hal mencintai masjid dan menjaga sholat berjamaah. Sebab, mereka meyakini bahwa masjid merupakan membentuk laki-laki pemberani yang sebenarnya.

Seorang tabiin, Said bin al-Musayyab pernah berkata “Aku tidak pernah melewatkan sholat berjamaah selama empat puluh tahun.” Dia menambahkan, “Aku tidak pernah takbiratul ihram selama lima puluh tahun karena itu aku tidak pernah melihat siapa yang ada di shaf (barisan) paling akhir.”

Barad, pembantu Said al-Musayyab, pernah berkata “Tak ada sholat yang kami lakukan selama empat puluh tahun, kecuali Said sudah ada di dalam masjid.”

Para ulama senantiasa sholat berjamaah di masjid meski mereka mendapat keringanan untuk tak sholat berjamaah di masjid.

Adalah ar-Rabi bin Khutsaim yang tetap melangkahkan kakinya pergi ke masjid meski dalam keadaan sakit.

Orang-orang menasihati, “Wahai Abu Yazid–panggilan ar-Rabi bin Khutsaim, engkau sholat di rumah saja!”

Ia menjawab, “Sesungguhnya aku ingin mengikuti saran kalian, akan tetapi mendengar panggilan Hayya ‘ala alfalah. Siapa saja mendengar itu, dia wajib menjawab panggilan itu, meski harus merangkak atau merayap.”

Beda dengan Abu Abdurrahman As-Silmu yang digotong karena sakit untuk pergi ke masjid, bahkan ia tetap menyuruh orang-orang untuk mengangkatnya meski cuaca sedang hujan dan berlumpur.

Masjid merupakan tempat pembentukan laki-laki pemberani yang sebenarnya. Seorang penyair Islam mengatakan, “Tiada pahlawan dicetak kecuali mereka itu lulusan masjid-masjid, yang di dalamnya ada taman al-Qur’an dan di bawah naungan hadits-hadits shahih.” [Paramuda/BersamaDakwah]

Jumat, 06 Januari 2017

Para Penerima Zakat Menurut Al-Qura’an dan Penjelasannya Fimadani / 3 hari yang lalu  Penerima zakat – Dalam Al-Quran Surat At Taubah ayat 60 Alloh berfirman: نَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَاِبْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ Sesunggguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya. dan para budak yang memerdekakan dirinya, orang-orang yang berhutang untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha mendengar. (Q.S. At Taubah: 60) Dalam ayat tersebut sudah jelas bahwa yang berhak menerima zakat adalah 8 golongan tersebut. Selain itu, maka tidak berhak menerima zakat. 1. Fakir Miskin Yang pertama adalah orang fakir, yaitu orang yang tidak mempunya harta dan pekerjaan sama sekali. Atau orang yang menghasilkan uang namun tidak mampu menutupi kebutuhannya, contohnya orang yang memerlukan uang 2.000.000 namun ia hanya menghasilkan 500.000. Dan miskin adalah orang yang mempunyai harta dan pekerjaan namun semua itu tidak bisa mencukupi kebutuhannya. Dari mulai sandang, pangan dan juga papan. 2. Amil Zakat Amil zakat adalah orang yang dipekerjakan oleh pemerintah atau lembaga khsusu zakat yang disetujui oleh pemerintah guna mengurusi penarikan zakat dan pembagiannya. Syarat menjadi Amil Zakat Berikut ini syarat-syarat untuk menjadi amil zakat: Orang muslim, selain muslim tidak boleh menjadi amil zakatOrang yang sudak akil baligh, orang yang belum cukup umur dan gila tidak boleh menjadi amil zakatOrang yang jujur, karena tugasnya untuk mengurusi harta banyak umat muslim, makan kejujuran menjadi syaratnya.Paham tentang hukum zakat. 3. Orang-orang Mu’allaf Yang di maksud orang mualaf adalah yang termasuk dari 4 golongan berikut ini: Orang yang baru masuk Islam dan niatnya masih lemah, maka dia berhak diberikan zakat agar hatinya makin teguh dengan Agama Islam.Orang Islam yang memiliki pengaruh terhadap kaumnya, sehingga jika saja dia diberikan zakat, diharapkan kaumnya bisa memeluk Islam.Orang-orang Islam yang memrangi orang yang tidak mau men-zakatkan hartanya, sehingga mereka membaawa zakat orang-orang tersebut kepada pemerintah, maka mereka berhak menerima zakat.Orang-orang Islam yang memerangi kaum kafir pemberontak yang hidup dekat dengan tempat tinggal mereka, maka mereka berhak menerima zakat. 4. Budak Mukatab Budak mukatab adalah budak yang dijanjikan kebebabsannya dengan permintaan atau penawaran dari tuannya dengan sejumlah imbalan uang yang akan diserahkan kepada tuannya daalam waktu yang telah ditentukan. Maka budak tersebut mendapatkan zakat guna membebaskannya dari perbudakan. 5. Oang-orang yang Memilik Hutang Orang yang memiliki hutang berhak menerima zakat selama hutangnya bukan untuk maksiat. Lebih jelasnya, mereka digolongkan menjadi empat: Orang yang berhutang untuk dirinya sendiri, dengan tujuan memakainya untuks sesuatu yang mubah, bukan untuk maksiat. Bila hutangnya digunaka untuk sesuatu yang melanggar agama, minum khamr mislanya, maka tidak berhak menerima zakat untuk melunasi utangnya.Orang yang berhutang guna memadamkan api fitnah antara dua golongan yang bertikai.Orang yang berhutang untuk kepentingan ummat, contohnya untuk bangun masjid, pesantren, madrasah dan lain-lain.Orang yang melakukan hutang untuk menjamin seseorang dan yg dijaminnya tidak bisa membayar hutangya, atau bisa namun tidak bertanggung jawab, maka ia berhak mendapatkan zakat untuk emmbayar utangnya. Kadar yang diberikan adalah kadar yang membebaskan hutangnya. 6. Orang yang Beperang di Jalan Alloh Orang yang berjihad dijalan Alloh berhak menerima zakat untuk membantu mereka selama berperang membela agama Alloh.

Para Penerima Zakat Menurut Al-Qura’an dan Penjelasannya

Penerima zakat – Dalam Al-Quran Surat At Taubah ayat 60 Alloh berfirman:

نَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَاِبْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Sesunggguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya. dan para budak yang memerdekakan dirinya, orang-orang yang berhutang untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha mendengar. (Q.S. At Taubah: 60)

Dalam ayat tersebut sudah jelas bahwa yang berhak menerima zakat adalah 8 golongan tersebut. Selain itu, maka tidak berhak menerima zakat.

1. Fakir Miskin

Yang pertama adalah orang fakir, yaitu orang yang tidak mempunya harta dan pekerjaan sama sekali. Atau orang yang menghasilkan uang namun tidak mampu menutupi kebutuhannya, contohnya orang yang memerlukan uang 2.000.000 namun ia hanya menghasilkan 500.000.

Dan miskin adalah orang yang mempunyai harta dan pekerjaan namun semua itu tidak bisa mencukupi kebutuhannya. Dari mulai sandang, pangan dan juga papan.

2. Amil Zakat

Amil zakat adalah orang yang dipekerjakan oleh pemerintah atau lembaga khsusu zakat yang disetujui oleh pemerintah guna mengurusi penarikan zakat dan pembagiannya.

Syarat menjadi Amil Zakat

Berikut ini syarat-syarat untuk menjadi amil zakat:

Orang muslim, selain muslim tidak boleh menjadi amil zakatOrang yang sudak akil baligh, orang yang belum cukup umur dan gila tidak boleh menjadi amil zakatOrang yang jujur, karena tugasnya untuk mengurusi harta banyak umat muslim, makan kejujuran menjadi syaratnya.Paham tentang hukum zakat.

3. Orang-orang Mu’allaf

Yang di maksud orang mualaf adalah yang termasuk dari 4 golongan berikut ini:

Orang yang baru masuk Islam dan niatnya masih lemah, maka dia berhak diberikan zakat agar hatinya makin teguh dengan Agama Islam.Orang Islam yang memiliki pengaruh terhadap kaumnya, sehingga jika saja dia diberikan zakat, diharapkan kaumnya bisa memeluk Islam.Orang-orang Islam yang memrangi orang yang tidak mau men-zakatkan hartanya, sehingga mereka membaawa zakat orang-orang tersebut kepada pemerintah, maka mereka berhak menerima zakat.Orang-orang Islam yang memerangi kaum kafir pemberontak yang hidup dekat dengan tempat tinggal mereka, maka mereka berhak menerima zakat.

4. Budak Mukatab

Budak mukatab adalah budak yang dijanjikan kebebabsannya dengan permintaan atau penawaran dari tuannya dengan sejumlah imbalan uang yang akan diserahkan kepada tuannya daalam waktu yang telah ditentukan.

Maka budak tersebut mendapatkan zakat guna membebaskannya dari perbudakan.

5. Oang-orang yang Memilik Hutang

Orang yang memiliki hutang berhak menerima zakat selama hutangnya bukan untuk maksiat. Lebih jelasnya, mereka digolongkan menjadi empat:

Orang yang berhutang untuk dirinya sendiri, dengan tujuan memakainya untuks sesuatu yang mubah, bukan untuk maksiat. Bila hutangnya digunaka untuk sesuatu yang melanggar agama, minum khamr mislanya, maka tidak berhak menerima zakat untuk melunasi utangnya.Orang yang berhutang guna memadamkan api fitnah antara dua golongan yang bertikai.Orang yang berhutang untuk kepentingan ummat, contohnya untuk bangun masjid, pesantren, madrasah dan lain-lain.Orang yang melakukan hutang untuk menjamin seseorang dan yg dijaminnya tidak bisa membayar hutangya, atau bisa namun tidak bertanggung jawab, maka ia berhak mendapatkan zakat untuk emmbayar utangnya.

Kadar yang diberikan adalah kadar yang membebaskan hutangnya.

6. Orang yang Beperang di Jalan Alloh

Orang yang berjihad dijalan Alloh berhak menerima zakat untuk membantu mereka selama berperang membela agama Alloh.

Maknah Hijrah Bagi Muslim Sejati

Maknah Hijrah Bagi Muslim Sejati

Hijrah pada awalnya dari Bahasa Arab yang berarti meninggalkan, berpindah, atau menjauhkan diri dari suatu tempat atau suatu hal. Jika kita lihat dalam konteks sejarah yang ada, hijrah merupakan suatu kegiatan perpindahan yang dilakukan oleh Rasulullah Muhammad saw bersama para sahabat dan pengikut beliau dari Mekah ke Madinah, dengan tujuan untuk mempertahankan serta menegakkan risalah Allah, yaitu akidah dan syari’at Islam.

Merujuk terhadap hijrah yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. Sebagian ulama ada pula yang mengartikan bahwa hijrah ialah cara kita keluar dari “darul kufur” menuju ke “darul Islam”. Yaitu keluar dari sebuah bentuk kekufuran menuju bentuk keimanan. Kita sebagai umat Islam diwajibkan untuk melakukan hijrah jika merasa diri serta keluarga kita terancam saat mempertahankan akidah dan syari’ah Islam yang kita miliki.

Di jelaskan dalam ayat Al-Qur’an bahwa perintah berhijrah juga ditekankan seperti dalam Qs. Al-Baqarah 2:218 yang berbunyi :
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berhijrah di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”

Qs. Al-An’fal, 8:74 yang berbunyi :
“Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang mujairin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezki (ni;mat) yang mulia.

Qs. Al-An’fal, 8:74 yang berbunyi :

“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.

Jika melihat pada ayat-ayat yang ada di atas, terdapat beberapa esensi kandungan mengenai Hijrah bahwa:
– Hijrah harus dilakukan atas dasar yang benar yaitu niat dan tujuan karena Allah. Mengharapkan keridlaan dan rahmat Allah
– Orang orang yang beriman, berhijrah, dan berjihad dikarenakan motivasi yang satu yaitu Allah dan menginginkan rahmat dan ridha Allah, mereka merupakan mu’min sejati yang akan mendapatkan pengampunan dari Allah, mendapatkan keberkahan rezeki yang mulia serta kemenangan yang nyata di sisi Allah
– Cara untuk berhijrah dan jihad di jalan Allah itu bisa dengan cara apapun, mengorbankan setiap apa yang kita miliki baik itu harta ataupun jiwa kita.

– Di dalam ayat tersebut terkandung tiga hal atau panduan untuk prinsip hidup orang mukmin yaitu diantaranya adalah Iman, Hijrah, dan Jihad. Dimana Iman merupakan keyakinan kita yang harus kita pegang teguh kepada Allah, Hijrah adalah sebuah perubahan dari sisi kekufuran ke sisi keimanan, dan jihad adalah sebuah perjuangan di dalam menegakkan risalah Allah

Makna Hijrah

Hijrah adalah salah satu prinsip hidup sebagai seorang Muslim yang harus kita pegang teguh dan harus dimaknai dengan benar. Jika dilihat dari sisi bahasa,  hijra berarti meninggalkan. Dan seseorang akan bisa dikatakan telah berhijra jika memenuhi dua syarat utama yaitu diantaranya :

Syarat pertama untuk berhijrah adalah adanya sesuatu yang ditinggalkan.Dan syarat kedua adalah adanya sesuatu yang dituju setelah orang tersebut meninggalkan hal yang pertama.

Kedua hal diatas haruslah dipenuhi agar orang tersebut bisa dikatakan sudah berhijrah. Yaitu meninggalkan segalanya yang bersifat buruk, maksiat, dan segala yang negatif ke sesuatu keadaan dimana hal itu menjadi lebih baik, positif, dan mendukung dalam menegakkan ajaran Islam.

Biasanya hijra akan selalu dikaitkan dengan meninggalkan tempat semisal adalah pada saat Rasulullah, para sahabat Nabi dan pengikutnya berpindah ke daerah Madinah untuk meninggalkan Makkah dimana pada saat itu kondisinya terbilang tidak stabil dan bahaya untuk melakukan dakwah. Pada saat itulah hijrah yang pertama kali diajarkan oleh Rasul dan pada saat itu pula awal mulanya Tahun Hijriyah milik umat Islam mulai berjalan.

Jika diambil secara garis besar maka makna Hijrah bisa dibagi menjadi dua macam. Yaitu diantaranya adalah :

Hijrah Makaniyah

A man walks on a sand dune with his came…A man walks on a sand dune with his camels in Mhamid el-Ghizlane, in the Moroccan southern Sahara desert, on March 16, 2014. AFP PHOTO/FADEL SENNAFADEL SENNA/AFP/Getty Images

Hijrah Makaniyah adalah hijrah yang meninggalkan suatu tempat. Beberapa contoh Hijrah Makaniyah diantaranya yaitu:

Kegiatan Hijrah Rasulullah Saw dari Mekah ke Habasyiyah.Kegiatan Hijrah Rasulullah Saw dari Mekah ke Madinah.Kegiatan Hijrah dari suatu Negeri yang di dalamnya terdominasi oleh hal-hal yang diharamkan.Kegiatan Hijrah dari suatu Negeri yang membahayakan kesehatan dengan tujuan untuk menghindari penyakit menuju negeri yang aman.
e. Kegiatan Hijrah pada suatu tempat karena gangguan terhadap harta benda.

Dan banyak lagi contoh Hijrah lainnya. Perintah berhijrah tersebut sesuai dengan yang tercantum di dalam Al-Qur’an surat Al-Ankabut 29:26 yaitu
Berkatalah Ibrahim: “Sesungguhnya aku akan berpindah ke (tempat yang diperintahkan).Tuhanku, Sesungguhnya Dialah yang Maha erkasa lagi Maha Bijaksana”

Jadi bisa disimpulkan bahwa Hijrah Makaniyah adalah proses hijrah kita dari satu tempat yang sebelumnya buruk menuju ke tempat yang lebih baik dengan tujuan memperbaiki kepada hal baik pula.

Hijrah Maknawiyah

Selanjutnya adalah Maknawiyah dimana hijrah ini diartikan berpindahnya suatu yang tidak nampak seperti berpindahnya sebuah keyakinan kita dari yang salah menuju keyakinan yang benar.

Berpindahnya sebuah pemikiran atau biasa disebut hijrah Fikriyah yaitu berpindahnya pemikiran yang sedang kalut, salah, ataupun negatif kepada pemikiran yang lebih baik, benar, dan positif.

Ada pula Hijrah Syu’uriyyah yang merupakan bagian dari Hijrah Maknawiyah. Syu’uriyyah disini bisa berarti sebuah kesenangan, kesukaan atau cita rasa namun ini adalah dalam konteks yang melalaikan seperti mendengarkan musik, melihat film, dan sejenisnya. Dan cara untuk berhijrah dalam model ini adalah dengan meninggalkan hal-hal yang kurang berguna tersebut dengan menggantinya dengan kegiatan yang lebih bermanfaat seperti membaca, belajar, membaca Al-Qur’an, dan sejenisnya.

Selain itu pula ada Hijrah Sulukiyyah yang merupakan bagian dari Hijrah Maknawiyah. Dimana Suluk jika diartikan sesuai bahasa berarti tingkah laku atau kepribadian atau kamu bisa menyebutnya Ahklaq.

Di dalam perjalanan manusia, akhlaq atau kepribadian manusia tidak akan pernah terlepaskan dari sebuah pergeseran. Baik itu pergeseran dari sebuah kepribadian mulia atau akhlaqul karimah manuju kepribadian yang tercelah atau akhlaqul sayyi’ah, atau sebaliknya. Itulah kenapa kita bisa mendapati betapa banyaknya perilaku atau kebiasaan manusia di muka bumi ini.

Maka dari itu Hijrah Sulukiyyah disini diartikan sebagai proses kita dalam mengubah kebiasaan atau tingkah laku kita yang awalnya buruk menjadi kearah yang lebih baik. Dan dalam momen hijrah ini, sangat tepat jika kita mengkoreksi akhlaq dan kepribadian kita untuk kemudian menghijrahkan akhlaq yang mulia.

Itulah sekilas artikel tentang makna Hijrah bagi Umat Muslim. Semoga yang belum Hijrah dilekaskan untuk berhijrah, dan yang sudah berhijrah dikuatkan untuk tetap Istiqamah dalam Hijrahnya. Semoga bermanfaat.

Maknah Hijrah Bagi Muslim Sejati

Maknah Hijrah Bagi Muslim Sejati

Hijrah pada awalnya dari Bahasa Arab yang berarti meninggalkan, berpindah, atau menjauhkan diri dari suatu tempat atau suatu hal. Jika kita lihat dalam konteks sejarah yang ada, hijrah merupakan suatu kegiatan perpindahan yang dilakukan oleh Rasulullah Muhammad saw bersama para sahabat dan pengikut beliau dari Mekah ke Madinah, dengan tujuan untuk mempertahankan serta menegakkan risalah Allah, yaitu akidah dan syari’at Islam.

Merujuk terhadap hijrah yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. Sebagian ulama ada pula yang mengartikan bahwa hijrah ialah cara kita keluar dari “darul kufur” menuju ke “darul Islam”. Yaitu keluar dari sebuah bentuk kekufuran menuju bentuk keimanan. Kita sebagai umat Islam diwajibkan untuk melakukan hijrah jika merasa diri serta keluarga kita terancam saat mempertahankan akidah dan syari’ah Islam yang kita miliki.

Di jelaskan dalam ayat Al-Qur’an bahwa perintah berhijrah juga ditekankan seperti dalam Qs. Al-Baqarah 2:218 yang berbunyi :
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berhijrah di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”

Qs. Al-An’fal, 8:74 yang berbunyi :
“Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad pada jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang mujairin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezki (ni;mat) yang mulia.

Qs. Al-An’fal, 8:74 yang berbunyi :

“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.

Jika melihat pada ayat-ayat yang ada di atas, terdapat beberapa esensi kandungan mengenai Hijrah bahwa:
– Hijrah harus dilakukan atas dasar yang benar yaitu niat dan tujuan karena Allah. Mengharapkan keridlaan dan rahmat Allah
– Orang orang yang beriman, berhijrah, dan berjihad dikarenakan motivasi yang satu yaitu Allah dan menginginkan rahmat dan ridha Allah, mereka merupakan mu’min sejati yang akan mendapatkan pengampunan dari Allah, mendapatkan keberkahan rezeki yang mulia serta kemenangan yang nyata di sisi Allah
– Cara untuk berhijrah dan jihad di jalan Allah itu bisa dengan cara apapun, mengorbankan setiap apa yang kita miliki baik itu harta ataupun jiwa kita.

– Di dalam ayat tersebut terkandung tiga hal atau panduan untuk prinsip hidup orang mukmin yaitu diantaranya adalah Iman, Hijrah, dan Jihad. Dimana Iman merupakan keyakinan kita yang harus kita pegang teguh kepada Allah, Hijrah adalah sebuah perubahan dari sisi kekufuran ke sisi keimanan, dan jihad adalah sebuah perjuangan di dalam menegakkan risalah Allah

Makna Hijrah

Hijrah adalah salah satu prinsip hidup sebagai seorang Muslim yang harus kita pegang teguh dan harus dimaknai dengan benar. Jika dilihat dari sisi bahasa,  hijra berarti meninggalkan. Dan seseorang akan bisa dikatakan telah berhijra jika memenuhi dua syarat utama yaitu diantaranya :

Syarat pertama untuk berhijrah adalah adanya sesuatu yang ditinggalkan.Dan syarat kedua adalah adanya sesuatu yang dituju setelah orang tersebut meninggalkan hal yang pertama.

Kedua hal diatas haruslah dipenuhi agar orang tersebut bisa dikatakan sudah berhijrah. Yaitu meninggalkan segalanya yang bersifat buruk, maksiat, dan segala yang negatif ke sesuatu keadaan dimana hal itu menjadi lebih baik, positif, dan mendukung dalam menegakkan ajaran Islam.

Biasanya hijra akan selalu dikaitkan dengan meninggalkan tempat semisal adalah pada saat Rasulullah, para sahabat Nabi dan pengikutnya berpindah ke daerah Madinah untuk meninggalkan Makkah dimana pada saat itu kondisinya terbilang tidak stabil dan bahaya untuk melakukan dakwah. Pada saat itulah hijrah yang pertama kali diajarkan oleh Rasul dan pada saat itu pula awal mulanya Tahun Hijriyah milik umat Islam mulai berjalan.

Jika diambil secara garis besar maka makna Hijrah bisa dibagi menjadi dua macam. Yaitu diantaranya adalah :

Hijrah Makaniyah

A man walks on a sand dune with his came…A man walks on a sand dune with his camels in Mhamid el-Ghizlane, in the Moroccan southern Sahara desert, on March 16, 2014. AFP PHOTO/FADEL SENNAFADEL SENNA/AFP/Getty Images

Hijrah Makaniyah adalah hijrah yang meninggalkan suatu tempat. Beberapa contoh Hijrah Makaniyah diantaranya yaitu:

Kegiatan Hijrah Rasulullah Saw dari Mekah ke Habasyiyah.Kegiatan Hijrah Rasulullah Saw dari Mekah ke Madinah.Kegiatan Hijrah dari suatu Negeri yang di dalamnya terdominasi oleh hal-hal yang diharamkan.Kegiatan Hijrah dari suatu Negeri yang membahayakan kesehatan dengan tujuan untuk menghindari penyakit menuju negeri yang aman.
e. Kegiatan Hijrah pada suatu tempat karena gangguan terhadap harta benda.

Dan banyak lagi contoh Hijrah lainnya. Perintah berhijrah tersebut sesuai dengan yang tercantum di dalam Al-Qur’an surat Al-Ankabut 29:26 yaitu
Berkatalah Ibrahim: “Sesungguhnya aku akan berpindah ke (tempat yang diperintahkan).Tuhanku, Sesungguhnya Dialah yang Maha erkasa lagi Maha Bijaksana”

Jadi bisa disimpulkan bahwa Hijrah Makaniyah adalah proses hijrah kita dari satu tempat yang sebelumnya buruk menuju ke tempat yang lebih baik dengan tujuan memperbaiki kepada hal baik pula.

Hijrah Maknawiyah

Selanjutnya adalah Maknawiyah dimana hijrah ini diartikan berpindahnya suatu yang tidak nampak seperti berpindahnya sebuah keyakinan kita dari yang salah menuju keyakinan yang benar.

Berpindahnya sebuah pemikiran atau biasa disebut hijrah Fikriyah yaitu berpindahnya pemikiran yang sedang kalut, salah, ataupun negatif kepada pemikiran yang lebih baik, benar, dan positif.

Ada pula Hijrah Syu’uriyyah yang merupakan bagian dari Hijrah Maknawiyah. Syu’uriyyah disini bisa berarti sebuah kesenangan, kesukaan atau cita rasa namun ini adalah dalam konteks yang melalaikan seperti mendengarkan musik, melihat film, dan sejenisnya. Dan cara untuk berhijrah dalam model ini adalah dengan meninggalkan hal-hal yang kurang berguna tersebut dengan menggantinya dengan kegiatan yang lebih bermanfaat seperti membaca, belajar, membaca Al-Qur’an, dan sejenisnya.

Selain itu pula ada Hijrah Sulukiyyah yang merupakan bagian dari Hijrah Maknawiyah. Dimana Suluk jika diartikan sesuai bahasa berarti tingkah laku atau kepribadian atau kamu bisa menyebutnya Ahklaq.

Di dalam perjalanan manusia, akhlaq atau kepribadian manusia tidak akan pernah terlepaskan dari sebuah pergeseran. Baik itu pergeseran dari sebuah kepribadian mulia atau akhlaqul karimah manuju kepribadian yang tercelah atau akhlaqul sayyi’ah, atau sebaliknya. Itulah kenapa kita bisa mendapati betapa banyaknya perilaku atau kebiasaan manusia di muka bumi ini.

Maka dari itu Hijrah Sulukiyyah disini diartikan sebagai proses kita dalam mengubah kebiasaan atau tingkah laku kita yang awalnya buruk menjadi kearah yang lebih baik. Dan dalam momen hijrah ini, sangat tepat jika kita mengkoreksi akhlaq dan kepribadian kita untuk kemudian menghijrahkan akhlaq yang mulia.

Itulah sekilas artikel tentang makna Hijrah bagi Umat Muslim. Semoga yang belum Hijrah dilekaskan untuk berhijrah, dan yang sudah berhijrah dikuatkan untuk tetap Istiqamah dalam Hijrahnya. Semoga bermanfaat.

Menggosok Gigi Saat Puasa, Batalkah Puasa?

Menggosok Gigi Saat Puasa, Batalkah Puasa?

Bolehkah menggosok gigi saat puasa? Apakah puasa menjadi batal kalau sampai memakai sikat gigi sekaligus pastanya?

Memakai Siwak itu Boleh

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَوْلاَ أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِى لأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ وُضُوءٍ

“Seandainya tidak memberatkan umatku niscaya akan kuperintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali berwudhu.” (Hadits ini dikeluarkan oleh Bukhari dalam kitabnya yang Shahih secara mu’allaq (tanpa sanad). Dikeluarkan juga oleh Ibnu Khuzaimah 1: 73 dengan sanad yang lebih lengkap. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa sanad dari hadits ini shahih)

Penulis Tuhfatul Ahwadzi rahimahullah mengatakan, “Hadits-hadits yang semakna dengan hadits di atas yang membicarakan keutamaan bersiwak adalah hadits mutlak yang menunjukkan bahwa siwak dibolehkan setiap saat. Inilah pendapat yang lebih tepat.” (Tuhfatul Ahwadzi, 3: 488)

Sebagian dari ulama seperti ulama Malikiyah dan Asy-Sya’bi menyatakan makruh siwak basah karena memiliki rasa.

Disebutkan oleh Imam Bukhari dalam kitab shahihnya, Ibnu Sirin berkata, “Tidak masalah menggunakan siwak basah.” Ada yang berkata, “Siwak basah memiliki rasa.” Ibnu Sirin menyanggahnya, “Air juga memiliki rasa, namun masih dibolehkan berkumur-kumur dengan air.”

Diriwayatkan dari Ibnu Abi Syaibah, Ibnu ‘Umar pun berpendapat bahwa tidak apa-apa memakai siwak yang basah maupun yang kering.

Intinya, siwak basah masih diperbolehkan karena yang dikhawatirkan ialah adanya sesuatu yang masuk lewat mulut. Sebenarnya sama juga halnya dengan berkumur-kumur. Kalau ada sesuatu yang basah yang berada di mulut lalu dimuntahkan, maka tidak akan merusak puasanya. Lihat pembahasannya dalam Tuhfatul Ahwadzi, 3: 488.

Menggosok Gigi Saat Puasa

Jika kita melihat dari perkataan para ulama masa silam, menyikat gigi tidaklah membatalkan puasa asalkan tidak adanya pasta atau sesuatu yang sampai masuk ke dalam rongga tubuh atau perut.

Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, “Jika seseorang bersiwak dengan siwak yang basah lantas cairan dari siwak tadi terpisah lalu tertelan, atau ada serpihan dari siwak yang ikut tertelan, puasanya batal. Hal ini tidak ada perbedaan di antara para ulama (Syafi’iyah, pen.). Al-Faurani dan yang lainnya menegaskan seperti itu.” (Al-Majmu’, 6: 222)

Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah ketika beliau ditanya apa hukumnya menggosok gigi memakai pasta gigi saat berpuasa, jawaban beliau adalah, “Membersihkan gigi saat dengan pasta gigi tidak membatalkan puasa sebagai siwak. Hal ini selama menjaga diri dari sesuatu yang masuk dalam rongga perut. Jika tidak sengaja ada sesuatu yang masuk di dalam, maka tidak batal.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 15: 260. Dinukil dari Fatwa Al-Islam Sual wa Jawab no. 108014).

Tapi ada saran dari Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah, “Lebih utama adalah orang yang berpuasa tidak menyikat gigi (dengan pasta). Waktu untuk menyikat gigi sebenarnya masih lapang. Jika seseorang mengakhirkan untuk menyikat gigi hingga waktu berbuka, maka dia berarti telah menjaga diri dari perkara yang dapat merusak puasanya.” (Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibnu ‘Utsaimin, 17: 261-262).

Saran kami yaitu, untuk menggosok gigi baiknya sebelum adzan Shubuh atau setelah berbuka puasa saja. Kalau ada rasa tersisa setelah menggosok gigi dan terasa di pagi hari, itu tidak akan merusak puasa. Wallahu a’lam.

Gambar Gerhana dan Sudut Pandang Dalam Islam

Gambar Gerhana dan Sudut Pandang Dalam Islam

Gambar Gerhana Gerhana merupakan fenomena yang terjadi ketika sebuah benda angkasa bergerak kedalam bayangan benda angkasa lainnya. Gerhana terbagi menjadi dua, yakni gerhana matahari dan gerhana bulan. Gerhana matahari terjadi ketika posisi bulan terletak diantara bumi dan matahari. Sedangkan gerhana bulan terjadi ketika seluruh atau sebagian bulan tertutup oleh bayagan bumi.

Dalam Islam sendiri dianjurkan untuk melakukan shalat gerhana ketika fenomena gerhana terjadi, baik itu gerhana bulan maupun gerhana matahari. Adapun keutamaan mengerjakan shalat tersebut tertuang dalam hadits berikut:

Dari Abu Bakrah Radhiallahu Anhu:

Kami pernah duduk-duduk bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam lalu terjadi gerhana matahari. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri dan berjalan cepat sambil menyeret selendangnya hingga masuk ke dalam masjid, maka kami pun ikut masuk ke dalam masjid. Beliau lalu mengimami kami shalat dua rakaat sampai matahari kembali nampak bersinar. Setelah itu beliau bersabda:

Sesungguhnya matahari dan bulan tidak mengalami gerhana disebabkan karena matinya seseorang. Jika kalian melihat gerhana keduanya, maka dirikanlah shalat dan berdoalah hingga selesai gerhana yang terjadi pada kalian.” (HR. Al-Bukhari no. 1040).

Gambar Gerhana

Berikut adalah beberapa gambar gerhana, yang kami rangkumkan juga bersama fakta-fakta tentang gerhana berdasarkan sudut pandang umum dan juga sudut pandang Islam.

Gambar Gerhana Bulan

dw.com

google images

beritadaerah.co.id

Tuntunan Islam, ketika kita melihat fenomena gerhana. baik itu gerhana bulan ataupun gerhana matahari. Dianjurkan untuk melakukan 7 hal ini (berdasarkan hadits-hadits tentang gerhana, diantarnya: Shalat gerhana, berdo’a, berIstigfar, Bertakbir, Berdzikir, Bershadaqah dan memerdekakan budak. (Lihat HR. Al-Bukhari no. 1040, 1044, 1059, 2519; Muslim no. 901, 912, 914)

Gambar Gerhana Matahari

detiknyuus.blogspot.com

www.panorama-magz.com

kriminalitas.com

Dalam Sirah Nabawiyyah gerhana terjadi juga pada jaman Nabi Rasulullah, dalam riwayat tercatat gerhana matahari terjadi sebanyak 6 kali dan yang paling banyak adalah peristiwa gerhana Matahari Cincin yang salah satunya bertepatan pula dengan hari menginggallnya Ibrahim bin Muhammad di Madinah al-Munawwarah. Saat itu Rasulullah pun meluruskan pendapat dari orang-orang yang mengaitkan gerhana dengan kematian manusia ataupun peristiwa lainnya.

Al-Mughirah bin Syuaib berkata: “Pada masa Nabi Muhammad SAW pernah terjadi gerhana matahari, yaitu di hari meninggalnya putera beliau, Ibrahim.” Orang-orang lalu berkata: “Gerhana matahari ini terjadi karena meninggalnya Ibrahim!”, Maka Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya , matahari dan bulan tidak akan mengalami gerhana disebabkan karena mati atau hidupnya seseorang. Jika kalian melihat gerhana, shalat dan berdoalan kepada Allah” (Shahih Bukhari, 985).

Ada dua istilah dalam dalam penyebutan gerhana. yakni  khusuf al-Qamr dan khusuf al-Syams,  khusuf al-Qamr digunakan untuk penyebutan gerhana bulan sedangkan khusuf al-Syams adalah penyebutan untuk gerhana matahari. Sedangkan hukum dari shalat ini adalah Sunnah Muakkadah.

Sebagaimana Firman Allah dalam surat al-Fusshilat (37) :

“Dan dari sebagian tanda-tanda-Nya adalah adanya malam dan siang, serta adanya matahari dan bulan. Janganlah kamu sujud kepada matahari atau bulan, tetapi sujudlah kepada Allah yang menciptakan keduanya”.

Fenomena atau kejadian alam yang langka tersebut seharusnya menuntun manusia agar lebih ingat pada Allah SWT, Dialah yang telah menciptakan alam semesta ini beserta isinya dan segala proses menakjubkan didalamnya.

Untuk itu perbanyaklah amalan-amalan dan hal-hal yang sebagaimana yang ada dalam tuntunan agama Islam. Bukannya menyibukan diri dengan hal-hal keduniawian yang tak jelas untuk siapa peruntukannya.

Maka jika kamu melihatnya (gerhana) berdo’alah kepada Allah, bertakbirlah, bersedekahlah serta shalatlah”(Hadis riwayat Bukhari).